(Photo by tipsntrip.com)
Hallo! Kali ini jadi tau ingin membahas mengenai sejarah. Sejarah
yang ingin jadi tau bahas adalah mengenai sejarah dari candi cangkuang. Memang masih
banyak masyarakat yang belum mengenal candi ini karena tidak setenar dan sehits
candi Borobudur ataupun Prambanan. Nah, oleh karena itu Jadi Tau ingin sedikit
membahas mengenai asal dan awal mula candi Cangkuang ini.
(Photo by piknikasik.com)
Oke, jadi candi Cangkuang menurut Wikipedia adalah sebuah
candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles,
Garut, Jawa Barat. Candi ini juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda
serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak
bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno pemuka
agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Lalu candi
Cangkuang juga dikelilingi oleh 4 gunung besar di Jawa Barat yaitu gunung
Haruman, gunung Kaledong, gunung Mandalawangi dan gunung Guntur. Nama ‘Cangkuang’
sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan (pandanus furcatus), yang banyak
terdapat di sekitar makam, Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo.
Daun cangkuang dapat dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus.
Cagar budaya Cangkuang terletak di sebuah daratan di tengah danau kecil (dalam
bahasa Sunda disebut situ), sehingga untuk mencapai tempat tersebut melalui
jalur utama, pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan rakit. Aslinya
Kampung Pulo dikelilingi seluruhnya oleh danau, akan tetapi kini hanya bagian
utara yang masih berupa danau, bagian selatannya telah berubah menjadi lahan
persawahan. Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung
Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.
(Photo by detik.travel.com)
Sekarang kita lanjut ke sejarahnya candi Cangkuang, nah jadi
candi ini pertama kali ditemukan oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita
pada tahun 1966 berdasarkan laporan Vordeman dalam buku Notulen Bataviaasch
Genotschap terbitan tahun 1893 mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta
makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles. Makam dan arca Syiwa yang dimaksud
memang diketemukan. Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan
reruntuhan sebuah bangunan candi. Makam kuno yang dimaksud adalah makam Arief
Muhammad yang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka. Selain
menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu besar
yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Penelitian
selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil menggali bangunan makam. Nah walaupun
hampir dipastikan bahwa candi ini adalah candi peninggalan agama Hindu, tetapi
yang mengherankan adalah adanya pemakaman islam disampingnya, yaitu makam Mbah Dalem Arif Muhammad.
(Photo by triptrus.com)
Lalu pada awal penelitian, terlihat adanya batu yang
merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam
kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan.
Dengan ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang
dipimpin Tjandrasamita merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula
terdapat sebuah candi. Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok
tersebut untuk batu nisan. Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan
penggalian di lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti
menemukan fondasi candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya
yang berserakan. Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan
segera melaksanakan penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian
masih terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975
dan pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi
kerangka badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo
museum dengan maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir
benda-benda bersejarah bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten
Garut. Dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu
candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi. Kendala utama rekonstruksi
candi adalah batuan candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya,
sehingga batu asli yang digunakan merekonstruksi bangunan candi tersebut hanya
sekitar 40%. Selebihnya dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.
(Photo by kompasiana.com)
Bangunan candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan
merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri
pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm.
Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi
ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat
tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m. Tubuh bangunan candi
bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara
terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak
candi ada dua tingkat: persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m
dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran
2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan berukuran
0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m.
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca
(tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri
menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan
menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi
(nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para
ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas
paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias
telinga. Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga
kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar
pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm
(tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm. Candi Cangkuang sebagaimana terlihat
sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan
aslinya hanyalah 40%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang
sebenarnya belumlah diketahui.
(Photo by pergidulu.com)
Nah, jika ada sobat Jadi Tau yang ingin berkunjung ke candi
Cangkuang, sobat bisa naik bus jurusan garut lalu turun di dekat alun-alun
Leles. Dan disana sobat tinggal pilih ingin menggunakan angkutan apa
selanjutnya ada ojeg dan delman. Lalu jika sobat menggunakan kendaraan pribadi
sobat hanya perlu pergi ke kecamatan Leles digarut, dekat alun-alun Leles akan
terlihat plang Candi Cangkuang. Yang terakhir setelah sobat sampai dipintu
masuk candi Cangkuang, sobat harus menggunakan rakit menuju candi Cangkuangnya
dengan jarang kurang lebih 250 meter. Dan biaya naik rakitpun cukup murah yaitu
hanya Rp.5000/orang.
Sekarang sobat Jadi Tau sudah mengetahui kan kalo di Jawa
Barat juga terdapat candi? Nah tunggu apalagi segera kunjungi. Karena jika
sobat pergi ke candi Cangkuang, sobat tidak hanya refreshing atau berlibur. Sobat
juga tau sejarah dari tempat yang sobat kunjungi tersebut. Oke semoga apa yang
Jadi Tau sampaikan dapat bermanfaat dan menjadi rekomendasi untuk sobat.