Sabtu, 24 Februari 2018

Sejarah Candi Cangkuang

(Photo by tipsntrip.com)

Hallo! Kali ini jadi tau ingin membahas mengenai sejarah. Sejarah yang ingin jadi tau bahas adalah mengenai sejarah dari candi cangkuang. Memang masih banyak masyarakat yang belum mengenal candi ini karena tidak setenar dan sehits candi Borobudur ataupun Prambanan. Nah, oleh karena itu Jadi Tau ingin sedikit membahas mengenai asal dan awal mula candi Cangkuang ini.

(Photo by piknikasik.com)

Oke, jadi candi Cangkuang menurut Wikipedia adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi ini juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak bersebelahan dengan makam Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah makam kuno pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Lalu candi Cangkuang juga dikelilingi oleh 4 gunung besar di Jawa Barat yaitu gunung Haruman, gunung Kaledong, gunung Mandalawangi dan gunung Guntur. Nama ‘Cangkuang’ sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan (pandanus furcatus), yang banyak terdapat di sekitar makam, Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo. Daun cangkuang dapat dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus. Cagar budaya Cangkuang terletak di sebuah daratan di tengah danau kecil (dalam bahasa Sunda disebut situ), sehingga untuk mencapai tempat tersebut melalui jalur utama, pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan rakit. Aslinya Kampung Pulo dikelilingi seluruhnya oleh danau, akan tetapi kini hanya bagian utara yang masih berupa danau, bagian selatannya telah berubah menjadi lahan persawahan. Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.

(Photo by detik.travel.com)

Sekarang kita lanjut ke sejarahnya candi Cangkuang, nah jadi candi ini pertama kali ditemukan oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita pada tahun 1966 berdasarkan laporan Vordeman dalam buku Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 mengenai adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles. Makam dan arca Syiwa yang dimaksud memang diketemukan. Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan sebuah bangunan candi. Makam kuno yang dimaksud adalah makam Arief Muhammad yang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka. Selain menemukan reruntuhan candi, terdapat pula serpihan pisau serta batu-batu besar yang diperkirakan merupakan peninggalan zaman megalitikum. Penelitian selanjutnya (tahun 1967 dan 1968) berhasil menggali bangunan makam. Nah walaupun hampir dipastikan bahwa candi ini adalah candi peninggalan agama Hindu, tetapi yang mengherankan adalah adanya pemakaman islam disampingnya, yaitu makam Mbah Dalem Arif Muhammad.

(Photo by triptrus.com)

Lalu pada awal penelitian, terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan. Dengan ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang dipimpin Tjandrasamita merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula terdapat sebuah candi. Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok tersebut untuk batu nisan. Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan penggalian di lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti menemukan fondasi candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan. Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan segera melaksanakan penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian masih terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975 dan pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi kerangka badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo museum dengan maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir benda-benda bersejarah bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten Garut. Dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi. Kendala utama rekonstruksi candi adalah batuan candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya, sehingga batu asli yang digunakan merekonstruksi bangunan candi tersebut hanya sekitar 40%. Selebihnya dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.

(Photo by kompasiana.com)

Bangunan candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m. Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 m dengan tinggi 2,49 m. Di sisi utara terdapat pintu masuk yang berukuran 1,56 m (tinggi) x 0,6 m (lebar). Puncak candi ada dua tingkat: persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 m dengan tinggi 1,56 m dan 2,74 x 2,74 m yang tingginya 1,1 m. Di dalamnya terdapat ruangan berukuran 2,18 x 2,24 m yang tingginya 2,55 m. Di dasarnya terdapat cekungan berukuran 0,4 x 0,4 m yang dalamnya 7 m.
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga. Keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Lebar wajah 8 cm, lebar pundak 18 cm, lebar pinggang 9 cm, padmasana 38 cm (tingginya 14 cm), lapik 37 cm & 45 cm (tinggi 6 cm dan 19 cm), tinggi 41 cm. Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya hanyalah 40%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belumlah diketahui.

(Photo by pergidulu.com)

Nah, jika ada sobat Jadi Tau yang ingin berkunjung ke candi Cangkuang, sobat bisa naik bus jurusan garut lalu turun di dekat alun-alun Leles. Dan disana sobat tinggal pilih ingin menggunakan angkutan apa selanjutnya ada ojeg dan delman. Lalu jika sobat menggunakan kendaraan pribadi sobat hanya perlu pergi ke kecamatan Leles digarut, dekat alun-alun Leles akan terlihat plang Candi Cangkuang. Yang terakhir setelah sobat sampai dipintu masuk candi Cangkuang, sobat harus menggunakan rakit menuju candi Cangkuangnya dengan jarang kurang lebih 250 meter. Dan biaya naik rakitpun cukup murah yaitu hanya Rp.5000/orang.


Sekarang sobat Jadi Tau sudah mengetahui kan kalo di Jawa Barat juga terdapat candi? Nah tunggu apalagi segera kunjungi. Karena jika sobat pergi ke candi Cangkuang, sobat tidak hanya refreshing atau berlibur. Sobat juga tau sejarah dari tempat yang sobat kunjungi tersebut. Oke semoga apa yang Jadi Tau sampaikan dapat bermanfaat dan menjadi rekomendasi untuk sobat.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

animasi-bergerak-sekolah-0055
animasi blog

Mengenai Saya

Data Statistik Penayangan

Followers

Blog Archive